Dalam buku Di bawah bendera revolusi Soekarno bercerita tentang seorang petani di Bandung yang mempunyai sebidang tanah beserta peralatan pertanian. Dalam dialog mereka, Soekarno mendapat keterangan walaupun Si petani memiliki ladang dan alat produksi tetapi hasilnya belum bisa mencukupi kebutuhan dia dan keluarga.
Dari sinilah kemudian muncul gagasan yang menjadikan rakyat banyak sebagai aktor utama ekonomi, karena saat itu ekonomi hanya dikuasi oleh pemodal-pemodal kolonial yang seenaknya mempermainkan harga.
Hari ini kisah tentang petani dari Bandung tersebut ternyata masih saja berlanjut dalam kemasan yang berbeda. Pemerintah saat ini sudah mengajukan RUU Omnibuslaw yang dalam banyak kajian sangat merugikan kaum pekerja dan rakyat biasa.
Atas nama investasi pemerintah merancang peraturan yang memanjakan pemodal tapi disisi lain membonsai kesejahteraan kaum pekerja. Kaum pekerja seolah hanya dijadikan objek mati dimana persepsi akan kesejahteraan mereka menjadi domain pemerintah dan atas dasar permintaan pasar.
Padahal gerakan-gerakan awal kemerdekaan berasal dari kaum bawah yang jengah dengan kolonialisme Belanda yang melahirkan kuli-kuli bayaran lepas di perkebunan dan pabrik dimana kaum petani dan pekerja harus tunduk pada keinginan pemodal dengan imbalan sedikit kue ekonomi.
Omnibuslaw disinyalir akan melahirkan dominasi pemodal terhadap pekerja, kuli-kuli bayaran lepas berubah nama menjadi outsourching, tidak jelasnya upah minimum karena berganti menjadi upah satuan waktu yang efeknya bisa melahirkan jam kerja panjang demi pemenuhan kebutuhan atau kurangnya pendapatan karena waktu kerja dapat dengan mudahnya diubah-ubah.
Pemerintah harus diingatkan kembali tentang garis cita-cita bangsa ini didirikan dimana kesejahteraan sosial harus menjadi milik seluruh rakyat Indonesia.
Sila kelima Pancasila tersebut harus benar dibumikan di bumi Indonesia, bukan hanya sekedar dihafalkan atau dijadikan pertanyaan dalam kontes kecantikan dimana jika salah dalam melafalkannya bisa menjadi bahan tertawaan.
Omnibuslaw disinyalir dapat mencederai rasa keadilan sosial sebagian rakyat, khususnya kelas pekerja dan rakyat kecil. Jika memang benar demikian, semakin jauhlah kita dari visi pendiri bangsa bahwa rakyat banyak harus jadi subjek utama dalam upaya pembangunan masyarakat yang maju dan berkeadilan sosial.
Posting Komentar